
MENGENAL SILSILAH BATARA WAJO & ARUNG MATOWA
A.
Arung Cinnotabi
1. La Paukke Putra dari Datu Cina beserta pengikutnya pergi ke kampung
Cinnotta’ bangka , Memperistrikan I Pattola Arung Sailong dari Bone.
2. We Pannangareng anak dari La Paukke diperistri oleh La Mata Tikka saudara
dari datu Luwu yang bernama La Mallalae.
3. We Tenri Sui diperistrikan oleh La Rajallangi Putra Datu Babaue Bone dari
pernikahan nya lahir Tiga anak yakni La Patiroi, La Pawawoi, dan La Patongai.
4. La Patiroi putra La Rajallangi memperistri I Tenri Wawo putri Datu Babauae
Bone mempunyai dua anak yakni La Tenri Bali dan La Tenri Tippe.
5. La Tenri Bali dan La Tenri Tippe bersamaan jadi raja Cinnotabi, karenanya
sebagai awal runtuhnya kerajaan Cinnotabi akibat selisih paham yang tanpa
penyelesaian, dimana La Tenri Tippe menyia-nyiakan amanah dari rakyat
Cinnotabi, maka rakyatnya mengadu ke sepupuh La Tenri Tippe yakni, La Tenri
Tau, La Tenri Pekka dan La Matareng namun La Tenri Tippe tidak menanggapinya.
Maka ketiga sepupunya dengan rakyat meninggalkan Cinnotabi menuju Boli dan
Saring Jameng dan membuka perkampungan masing masing disebut Majauleng, Sabbangparu
dan Takkalalla disebut Lipu Tellu Kajuru’na.
Sedangkan La Tenri Bali dan La Tenri Tippe menuju Saebawi dan membuka negeri
yang bernama Penrang, sehingga La Tenri Bali diangkat menjadi Arung Penrang.
Setelah beberapa tahun untuk menghindari perselisihan seperti sepupunya di
Cinnotabi, maka ketiga sepupunya memanggil La Tenri Bali untuk memimpin negeri
Boli sebagai Arung Mataesso di Boli dan dilakukan pelantikan oleh 3 sepupunya
yang mengangkat dirinya sebagai Paddanreng dan Arung Mataesso diberi gelar
Batara Wajo karena dilantik dibawah pohon bajo yang besar sehingga Boli juga
diganti menjadi Wajo.
Sementara di Penrang La Tenri Tippe diangkat menjadi Arung Penrang menggantikan
saudaranya La Tenri Bali.
B. Batara Wajo
1. La Tenri Bali bekas Arung Cinnotabi ( Cina Pammana) dan Bekas Arung Penrang
pada masa pertengahan abad XV.
2. La Mataesso Putra La Tenri Bali beliaulah bersama Paddanreng mengubah nama
Majauleng , Sabbangparu dan Takkalalla menjadi Bettempola, Talotenreng, dan Tua
akibat pada masa itu mata pencaharian hanya 3 macam yakni Bertani, Menyadap
Tuak, dan Menangkap Ikan.
Majauleng disebut Bettempola karena padi petani bertumpuk tingginya seperti
rumah.
Sabbangparu disebut Talotenreng yang sebelumnya disebut Tarotenreng karena
rakyatnya sebagai penyadap tuak menggunakan tenreng (tangga).
Takkalalla disebut Tua , Rakyatnya nelayan dengan menggunakan Tuba untuk
memabukkan ikan.
3. La Pateddungi To Samallangi Putra La Mataesso menjabat selama 3 Tahun dan
dipecat dari jabatannya sekaligus dibunuh di “Lapabbessi“ atas perbuatan
sewenang-wenang terhadap rakyat Wajo, mengenai siapa pembunuhnya terdapat 4
versi yakni
- Oleh La Tadampare atas permintaan La Tiringeng To Taba
- Oleh kemauan sendiri La Tadampare
- Oleh La Tiringeng To Taba sendiri dan
- Oleh La Tenri Umpu To Langi Arung Matowa ketiga
Batara
Wajo merupakan pemimipin yang diangkat berdasarkan garis keturunan dan turun
temurun.
Atas usul dari Arung Saotanre La Tiringeng To Taba yang kemudian digelar Arung
Simentempola atau Arung Bettempola yang intinya bahwa pemerintahan selanjutnya
boleh diambil dari luar keturunaan, maka itu langkah pengubahan gelar Batara
Wajo menjadi Arung Matowa.
Meskipun saat itu rakyat Wajo beserta Paddanreng menghendaki beliau menjadi
Arung Matowa tetapi beliau menolaknya dan terjadi perjanjian yang dikenal
Perjanjian “Paddepa” meskipun beliau tiga tahun lamanya menjabat Batara Wajo
untuk mengisi kekosongan.
C. ARUNG MATOWA WAJO
1. La Palewo To Palipu' gelar Arung Matowa pertama disandangnya menjabat
sekitar 7 Tahun dari 1474 – 1481 M. Anak dari La Tenri Peppang, Paddanreng
Talotenreng sebelum jadi Arung Matowa pernah menjadi Matowa ( Kepala Wanua Saat
itu) di Majauleng dan atau Sabbangparu.
2. La Obbi Settiriware sebelumnya menjadi Paddanreng Bettempola menjabat selama
5 tahun dari 1481 - 1486 M.
Atas Masukan Datu Luwu Raja Dewa maka tiap-tiap Paddanreng dibuatkan bendera
yakni PILLA (Merah) untuk Bettempola, PATOLA (Warna Warni) untuk Talotenreng,
dan CAKKURIDI (Kuning) untuk Paddanreng Tua.
3. La Tenri Umpu To Langi' adik / saudara La Obbi Settiriware menjabat selama 5
Tahun dari 1486 - 1491 M karena wafat.
4. La Tadampare Puang ri Maggalatung Putra dari La Tompi Wanua keturunan
langsung La Tenri Bali, istrinya bernama I Tenri Lawi Putri Arung Palakka Bone
menjabat sekitar 30 Tahun dari 1491 – 1521 M karena wafat. Sebenarnya beliau
yang diinginkan untuk menjadi Arung Mattowa pertama, namun menolak sampai
permintaaan masyarakat Wajo yang keempat kalinya akhirnya disanggupinya. Banyak
cerita tentang beliau dalam lontara dan saat itu banyak negeri yang ditaklukkan
seperti Larompong, Timurung, Lamuru, Kassa, Maiwa, Enrekang, Mario Riawa dan
lain lain.
Keinginannya agar Arung Matowa kedepan turun temurun, sehingga saat akhir
jabatan pesannya pilihlah penggantinya nanti yang memiliki empat sifat yakni
“kejujuran, kepintaran, kemurahan hati dan keberanian”.
5. La Tenri Pakado To Nampe putra dari La Tadampare Puang ri Maggalatung
menjabat sekitar 11 tahun sampai mengundurkan diri karena lumpuh dari 1524 -
1535 M, maka digelari Arung Tudangnge. Daerah kekuasaannya berkurang atau
hilang akibat gempuran dari Raja Gowa Tunipalangga, Raja Bone, Luwu, Raja
Soppeng.
6. La Temmasonge anak menantu La Palewo To Palipung Arung Matowa pertama
menjabat sekitar 3 Tahun mengundurkan diri karena penyakit Lumpuh dari 1535 –
1538 M.
7. La Warani To Temmagiang Putra La Obbi Settiriware Arung Matowa kedua
menjabat sekitar 9 Tahun dari 1538 - 1547 M karena wafat. Saat itu terjadi
peperangan antara Utting bersama Wajo melawan Sidenreng bersama Gowa sampai
akhirnya Wajo jadi budak Dari Gowa (Tunipalangga dengan Tomaddualeng).
8. La Mallagenni 2 Bulan lamanya menjabat di tahun 1545 karena mengundurkan
diri, dijabat sementara oleh Ranreng Bettempola selama dua Tahun sampai 1547
dan peperangan berkobar terus menerus.
9. La Mappauli To Appamadeng Massaolocie sebelumnya menjadi Ranreng Tua dan
Datu Patila, menjabat sekitar 17 tahun dari 1547 - 1564 M karena wafat. Bersama
La Mungkace To U'damang cucu La Tadampare, berjuang untuk pembebasan dari
perbudakan Gowa dengan membantu Gowa menyerbu Batulappa (Pare-pare lama), Bulo
Bulo (Sinjai) dan akhirnya berhasil bebas dari perbudakan Gowa.
10. La Pakkoko To Pa’bele putra La Tadampare Puang ri Maggalatung Arung Matowa
ke empat saudara sebapak dari La Tenri Pakado To Nampe Arung Matowa kelima
menjabat sekitar 3 tahun dari tahun 1564 – 1567 M karena wafat. Saat itu
terkenal dengan keadilannya dimana beliau menyuruh La Mungkace To Uddama membunuh
putranya La Pa’bele karena memperkosa anak gadis dari Matowa Totinco.
11. La Mungkace To U'ddamang Putra dari La Cellaulu Paddanreng Talotenreng
menjabat sekitar 40 tahun dari 1567 – 1607M. Terjadi perjanjian Tellumpoccoe
yang dilaksanakan di Bunne daerah Timurung Bone pada tahun 1582 M antara Wajo,
Soppeng dan Bone disebut “LAMUMPATUE RITIMURUNG” yang intinya sepakat menentang
politik ekspansi raja Gowa, Wajo kembali jaya seperti jaman kakeknya La
Tadampare.
12. La Sangkuru Patau Arung Peneki Sultan Abdurahman Matinroe ri Allepperenna
menjabat sekitar 3 tahun dari 1607 - 1610 M karena wafat.
Arung Matowa yang pertama memeluk islam di tahun 1610 M atas ajakan raja Gowa
Mangerangi Dg Manra’bia Sultan Alaudin dan pertama dikubur jenazahnya dimana
Arung Matowa sebelumnya dibakar, abunya disimpan dalam balubu kemudian ditanam.
13. La Mappepulu To Appamole Putra Ranreng Tuwa To Wappamadeng menjabat sekitar
4 tahun dari 1612 - 1616 M karena wafat. Beliau aktif di usaha pertanian dan
berburu karenanya meninggal saat berburu di Pakkawarue dikenal Matinroe ri
Lemponna karna jatuh di lubang air.
14. La Samalewa To Appakiu(ng) menjabat sekitar 5 tahun dari 1616 - 1621 M.
Diberhentikan oleh Arung ennengnge atas perbuatan yang sewenang-wenang terhadap
rakyatnya.
15. La Pakkalongi To Allinrungi Arung Pogi lasim disebut To Ali menjabat
sekitar 5 tahun 1621 - 1626 M. Beliau yang membangun masjid raya dan saat
peresmian hadir Raja Gowa, Raja Tallo, Raja Bone dan Datu Soppeng, namun
diberhentikan dari jabatannya karena selama kepemimpinannya, Wajo mengalami
gagal panen dan ditimpa kelaparan.
Beliau memiliki putri yang bernama Dassaleng Arung Ugi dipersunting oleh raja
bone La Maddaremmeng Matinroe ri Bukaka dari pernikahan lahir seorang putra
yang bernama La Pakokoe To Ankone Arung Timurung Ranreng Tua, ayah dari Raja
Bone La Patau Matinroe ri Nagauleng.
16. To Mappassaungnge menjabat selama 1 tahun lamanya dari 1627 - 1628 M dan
mengundurkan diri. Beliau berusaha memajukan pertanian sampai masyarakat
berkelimpahan padi, jagung dan umbi-umbian saat itu.
17. La Pakkalongi To Allinrungi atas permintaan Raja Gowa, beliau menjabat
kedua kalinya sekitar 8 tahun dari 1628 - 1636 M. Tahun 1628 terjadi selisih
paham dengan Arung Bettempola La Sekati To Palettei sehingga diberhentikan,
kemudian bersama orang orang Patampanua menuju di Ugi ( Ugi, Canru, Sempe,
Wage) disitulah mengangkat senjata terhadap Wajo dan dikalahkan sehingga beliau
menuju Cenrana Bone dan wafat disana Matinroe ri Cenrana.
18. La Tenri Lai To U'damang Matinroe ri Batana menjabat sekitar 3 tahun dari
1636 - 1639 M karena wafat. Beliau yang pertama membangun balairung yang besar,
benteng, dan istana yang besar akan tetapi tiba tiba wafat sebelum pekerjaaan
selesai makanya digelari Matinro ri Batana.
PEPERANGAN WAJO BERSAMA GOWA MELAWAN BONE
19. La Isigajang To Bune Arung Peneki Matinroe ri Patila, cucu dari La Mungkace
To Addamang tewas dalam pertempuran melawan dengan raja Bone La Maddaremmeng
Matinroe ri Bukaka, menjabat sekitar 4 tahun dari 1639 - 1643 M.
20. La Makkaraka To Patemmui Matinroe ri Pangngaranna menjabat selama 5 tahun
lamanya dari tahun 1643 - 1648 M karena wafat. Daerah jajahan Wajo yang telah
hilang kembali lagi karena beliau membantu Raja Gowa menyerang Bone.
21. La Temmasonge Puangna Daeli Petta Malingnge menjabat selama 3 Tahun dari
1648 – 1651 M karena wafat. Beliau wafat karena menderita penyakit kejiawaan.
22. La Paremma To Rewo Puangna Tosama Matinroe ri Passiringna sekitar 7 tahun
lamanya dari 1651- 1658 M, wafat saat jalan-jalan di sekitar istana. Saat itu
tidak ada lagi peperangan dalam negeri Wajo karena aman dan damai.
23. La Tenri Lai To Sengngeng Tewas 1670 pada pertempuran Tosora melawan Bone
dan Belanda pada masa raja La Tenri Tatta Arung Palakka menjabat selama 12 dari
tahun 1658 - 1670 M. Hampir semua lontara mengatakan bahwa beliau menjadikan
Tosora sebagai ibu kota Wajo di tahun 1660, beliau bersama Sultan Hasanuddin
melawan belanda yang dinahkodai Laksamana Spelman dan Arung Palakka La Tenri
Tatta, sekitar 500 orang Wajo tewas. Pada tahun 1670 Tosora dibakar oleh Bone
sekitar 1300 tewas termasuk Arung Matowa sendiri, sehingga digelari Matinroe ri
Salekonna (meninggal bastionnya).
24. La Palili To Malu Puangna Lagella saudara Arung Bettempola To Palettei
menjabat sekitar 9 tahun dari 1670 - 1679 M karena mengundurkan diri.
Pertempuran terus berkelanjutan sampai masyarakat banyak hijrah ke Mandar,
Enrekang bahkan sampai Johor. Tanggal 23 Desember 1670 di Makassar terjadi
perjanjian dengan VOC supaya Wajo senantiasa setia sama VOC dan dalam
pengangkatan dan pemberhentian Arung Matowa harus persetujuan VOC.
25. La Pariusi Dg Manyampa Arung Mampu, Arung Amali Matinroe ri Bulu’na
menjabat sekitar 20 tahun lamanya dari 1679 - 1699 M dan wafat di Mampu.
26. La Tenri Sessu To Timo’e Puangna To Denra menjabat selama 3 tahun dari 1699
- 1702 M. Putra Ranreng Bettempola To Palettei. Beliau orang sholeh sehingga
tidak berminat dalam pemerintahan yang akhirnya meletakkan jabatan dengan
hormat.
27. La Mattone To Sakke' Dg Paguling Puangna La Rumpang (1702 - 1703 M)
melanjutkan dari To Timo'e, hanya 15 bulan beliau wafat Matinroe ri Barukana.
28. La Galigo To Sunnia (1703 - 1712 M) memperkuat persenjataan Wajo dan wafat
setelah 9 tahun menjabat dan digelari Matinroe ri Masiginna.
29. La Tenri Werung Puangna Sangaji Arung Peneki 1712 - 1715 M juga memperkuat
persenjataan sehingga saat itu raja Bone La Patau pengganti La Tenri Tatta
marah besar, beliau mengundurkan diri dan pergi tinggal di Bila Tancung.
30. La Salewangeng To Tenri Ruwa Arung Kampiri 21 tahun lamanya dari 1715 -
1736 M. Pada masanya simpan pinjam dengan bagi hasil dengan jaminan digalakkan,
bagi hasilnya digunakan untuk pembelian senjata, eranya masjid raya diperindah
dan berkirim surat atas kesepakatan Arung Ennenge meminta ke La Maddukelleng di
kerajaan Pasir untuk kembali ke Wajo.
31. La Maddukelleng Arung Sengkang Arung Peneki merupakan Pahlawan Nasioanal
dilantik di Paria tanggal 6 Nopember 1736 dan mengundurkan diri tahun 1754 dan
kembali ke Peneki menjadi Arung dan wafat di Sengkang jumat 2 Rajab 1180 H 1765
M dikenal dengan Sultan Pasir karena beliau merantau ke Pasir Kalimantan dan
memperistri putri Sultan Pasir (1736 – 1754 M).
La Maddukeleng ingin mengajak bugis makassar untuk mengusir belanda sehingga
berperang melawan dengan Bone yang bersekutu dengan belanda, begitu juga
berperang dengan Addatuang Sidenreng bernama To Appo, dan saat itu Pilla Wajo
La Gau membantu Addatuang Sidenreng karena To Appo merupakan ipar La Gau, To
Appo menikah dengan I Tungke Arung Tempe saudara kandung La Gau. Wajo mulai
retak karena Datu Pammana melawan Arung Matowa, peperangan bertahun-tahun
lamanya sehingga masyarakat Wajo sudah jenuh dan tidak ingin membantu La
Maddukelleng, sehingga La Maddukelleng kecewa dan meletakkan jabatannya.
32. La Ma'danaca Arung Waetuwo menjabat dari tahun 1754 - 1755 M, wafat
dimakssar 8 september 1758 akibat diamuk oleh orang gila yang bernama La
Pa’bising dari Wage, makanya disebut Petta Rijalloe.
33. La Passaung Puangna La Omo Arung Menge Ranreng Talotenreng Datu Lompulle
dan bekas Datu Soppeng, hanya dua tahun menjabat dari tahun 1758 - 1761 M
karena berselisih paham dengan La Gau Pilla Wajo Datu Pammana yang berkehendak
menjadikan Pammana sebagai Kerajaan sendiri yang sederajat dengan Wajo padahal
waktu itu Pammana adalah lili (Negeri dibawah Wajo).
34. (?) La Mappajung Puangna Salowong Ranreng Tuwa menjabat selama 7 tahun dari
1764 - 1767 M dan di zamannya La Maddukelleng dikepung oleh Bone di Peneki
akhirnya La Maddukelleng pergi Sengkang dan wafat disana 1765.
35. La Malliungeng To Alleoang Arung Alitta daerah Penrang dan Arung Peneki.
Menjabat selama 3 tahun lamanya dari 1767 - 1770 M. Setelah beliau mengundurkan
diri, jabatan Arung Matowa lowong bertahun tahun lamanya dan dijabat sementara
oleh Ranreng Bettempola La Senggeng.
36. La Mallalengeng alias La Cella Puangna To Appamadeng, menjabat selama 22
tahun dari 1795 - 1817 M terakhir meletakkan jabatannya, beliau ahli ibadah,
makanya memerintahkan Arung lili membangun dan memperbaiki masjid, guru Syara
harus Mengajarkan Quran di masjid dan didukung oleh Raja Bone La Tenri Tappu
Matinroe ri Rompegading dan Datu Soppeng La Mappa Poleonro Matinroe ri Amala’na
juga giat memajukan ajaran islam sehingga pengaruh Bissu berkurang.
37. La Manang To Appamadeng Puangna Raden Gallong menjabat sekitar 4 tahun dari
1821 - 1825 M, terakhir mengalami lumpuh dan pada saat wafat digelari Matinroe
ri Empagana Mpelaingnge Teppena, beliau memajukan pertanian, makanan melimpah
pada waktu itu dan memerintahkan Arung lili buat Sepe, namun Arung lili
Pammana, Gilireng, Paria, Rumpia Menolak karena menganggap bukan kebiaSaan
lili.
38. La Pa'dengngeng Puangna Palaguna menjabat selama 6 tahun dari 1839 - 184M,
berselisih paham dengan Arung ennengnge sehingga pergi tinggal di Kera
Pitumpanua, digelari Matinroe ri Keera.
39. La Pawellangi Pajumpero Datu ri Akkajeng Menjabat selama 5 tahun dari 1854
- 1859 M, terjadi perang saudara di Addatuang Sidenreng antara La Panguriseng
dengan saudara sebapak yakni La Patongai Datu Lompulle dan Arung Matowa memihak
ke La Patongai karena pertalian darah yakni ibu La Patongai Putri La Tebba
Ranreng Talotenreng.
40. La Cincing alias Akil Ali Karaeng Mangeppe Datu, Pammana, Pilla Wajo dan
Tellu Latte di Sidenreng wafat di kampung di Cappa Galung, menjabat selama 26
tahun dari 1859 - 1885 M, kebanyakan tinggalnya di Pare-Pare sehingga
menyebabkan timbulnya pertentangan Raja-raja Wajo antara Ranreng Bettempola La
Gau dengan sepupu sekalinya dengan La Mangkona Petta Pajung Pungae terkait
kewarisan jabatan Rangreng Bettempola, begitu juga antara La Mangkona dengan La
Tonggo Senggoe Arung Peneki terkait perbatasan Peneki dan Penrang, merajalela
perampokan, sehingga Arung Ennenge juga meninggalkan Tosora kecuali La Gau yang
wafat Matinroe ri Masigi’na.
41. La Koro Arung Padali lasim juga disebut Batara Wajo menjabat sekitar 6
tahun dari 1885 - 1891 M dilantik 15 Mei 1885, wafat ditempe 26 Mei 1891 M,
orangnya tegas dan keras, di bidang ketentaraan mengangkat Jenderal, Kolonel,
dan Mayor dengan pasukannya. Putra-putranya La Jalanti Jenderal di Tempe, La
Pabeangi Jenderal di Tancung, La Patikkeng menjadi Kolonel, La Potji Jenderal
di Gilireng, La Cakunu Jenderal di Impa-impa.
42. La Passamula Datu Lompulle putra La Patongai Datu Lompulle, atas keinginan
kuat Rangreng Bettempola La Jamero yang berbeda paham dengan Paddanreng
lainnya, beliau pernah jadi Ranreng Talotenreng, Datu Mario Riawa tahun 1892 -
1897 M, lebih banyak tinggal di Batu-batu ibu kota Mario Riawa Soppeng, wafat
di Batu-batu tanggal 17 Agustus 1897, setelah itu Arung Matowa lowong selama 3
tahun.
43. Ishak Manggabarani Karaeng Mangeppe, Datu Pammana dilantik 11 Februari
1900, beliau anak dari To Appatunru Karaeng Beroanging, saudara kandung
Addatuang Sidenreng La Panguriseng, tinggal Di Palaguna Pammana. Raja Bone La
Pawawoi Karaeng Segeri mengangkatnya sebagai Jenderal kehormatan angkatan
perang Bone tahun 1900 - 1901 M dan sejak sakit beliau tinggal di Putranya di
Pare-pare yang bernama La Paranrengi Karaeng Tinggimae Datu Suppa. Pada tanggal
19 Desember 1916 beliau wafat digelari Matinroe ri Pare-pare.
Sejak 1906 perbudakan di Wajo dihapuskan oleh belanda, sejak itulah kekuasaan
belanda tertanam kuat, yang memegang peranan adalah Tideman selaku Cipil
Gezaghebber (Petoro) sedangkan Arung Matowa hanya merupakan boneka, sejak itu
ada surat kampung jika sudah dewasa dikenai pajak dan kerja rodi
(Heerendienst).
Tahun 1907 Wajo dibagi menjadi 3 distrik yang dikepalai Ranreng, yakni
Bettempola, Talotenreng, dan Tuwa, ditambah Distrik Pitumpanua dengan tujuh
daerah bawahan yakni Keera, Bulete, Batu, Lauwa, Tanete, Pasoloreng, dan Awo.
Pitumpanua sejak 1907 dimasukkan belanda dibawah Wajo, yang sebelumnya masuk
kekuasaan Bone. Pitumpanua dipimpin oleh Dulung Pitumpanua yang juga kerabat
dari Arung Matowa Ishak Manggabarani.
Jabatan lowong sekitar 10 tahun dan dijabat oleh Ranreng Bettempola La Akil Ali
( La Kile).
44. La Tenri Oddang Datu Larompong keturunan langsung dari La Maddukelleng
sebelumnya menjadi Arung Peneki dilantik pada usia 70 tahun tanggal 22 Desember
1926, pelantikannya merupakan langkah pertama modernisasi Wajo. Arung Lili
diberi wewenang untuk aktif dan ada perkantoran. Wafat di Sengkang 14 januari
1933.
Pada Tahun 1931 Arung Ennengnge terdiri Atas
Andi Makkaraka Ranreng Bettempola sebagai Kepala Pekerjaan Umum, anak dari Datu
Mallaleang Datu Mario Riawa, Datu Bakke, Datu Liu.
Andi Makkulawu Ranreng Talotenrengj juga bertindak sebagai Kepala Kehakiman.
Andi Ninnong Ranreng Tuwa juga bertindak sebagai Kepala Keuangan.
Andi Tenri Ampa Pilla Wajo Datu Pammana belum diaktifkan jabatannya karena
masih dibangku sekolah.
Andi Pallawarukka selaku Cakkuridi Wajo dan Arung Gilireng, sama halnya dengan
saudaranya belum diaktifkan.
45. Andi Mangkona Datu Mario Riwawo dilantik tanggl 23 April 1933 dan berhenti
dari jabatannya tanggal 21 November 1949, beliau menjabat selama 16 tahun
lamanya. Disaat 9 tahun lamanya memimpin lalu dikuasai oleh Jepang selama 4
tahun yang dipimpin oleh ICHIMOTO dengan pangkat BUNKENKANRIKAN sampai Agustus
1945, kemudian datang sekutu dan belanda, dengan semangat juang para raja dan
masyarakat Wajo, mereka menentang dengan lisan dan perbuatan dengan mengibarkan
bendera Merah Putih diantaranya : Andi Ninnong, Andi Makkulawu masuk hutan dan
ditangkap, Andi Malingkaan Kepala Wanua Tempe suami Andi Ninnong tewas dibunuh
oleh pasukan westerling belanda, Andi Magga Amilrullah Kepala Wanua Ugi masuk
kehutan dan hijrah ke Jawa untuk melanjutkan perjuangan, dan Andi Makkaraka
juga secara pasif menentang dan terakhir meletakkan jabatannya.
Sumber : SEDJARAH WADJO oleh Abdurrazak Daeng Patunru
Komentar