MENGENAL SILSILAH BATARA WAJO & ARUNG MATOWA

MENGENAL SILSILAH BATARA WAJO & ARUNG MATOWA

08 August 2020

12048 VIEWS

A. Arung Cinnotabi


1. La Paukke Putra dari Datu Cina beserta pengikutnya pergi ke kampung Cinnotta’ bangka , Memperistrikan I Pattola Arung Sailong dari Bone.


2. We Pannangareng anak dari La Paukke diperistri oleh La Mata Tikka saudara dari datu Luwu yang bernama La Mallalae.


3. We Tenri Sui diperistrikan oleh La Rajallangi Putra Datu Babaue Bone dari pernikahan nya lahir Tiga anak yakni La Patiroi, La Pawawoi, dan La Patongai.


4. La Patiroi putra La Rajallangi memperistri I Tenri Wawo putri Datu Babauae Bone mempunyai dua anak yakni La Tenri Bali dan La Tenri Tippe.


5. La Tenri Bali dan La Tenri Tippe bersamaan jadi raja Cinnotabi, karenanya sebagai awal runtuhnya kerajaan Cinnotabi akibat selisih paham yang tanpa penyelesaian, dimana La Tenri Tippe menyia-nyiakan amanah dari rakyat Cinnotabi, maka rakyatnya mengadu ke sepupuh La Tenri Tippe yakni, La Tenri Tau, La Tenri Pekka dan La Matareng namun La Tenri Tippe tidak menanggapinya. Maka ketiga sepupunya dengan rakyat meninggalkan Cinnotabi menuju Boli dan Saring Jameng dan membuka perkampungan masing masing disebut Majauleng, Sabbangparu dan Takkalalla disebut Lipu Tellu Kajuru’na.


Sedangkan La Tenri Bali dan La Tenri Tippe menuju Saebawi dan membuka negeri yang bernama Penrang, sehingga La Tenri Bali diangkat menjadi Arung Penrang.


Setelah beberapa tahun untuk menghindari perselisihan seperti sepupunya di Cinnotabi, maka ketiga sepupunya memanggil La Tenri Bali untuk memimpin negeri Boli sebagai Arung Mataesso di Boli dan dilakukan pelantikan oleh 3 sepupunya yang mengangkat dirinya sebagai Paddanreng dan Arung Mataesso diberi gelar Batara Wajo karena dilantik dibawah pohon bajo yang besar sehingga Boli juga diganti menjadi Wajo.


Sementara di Penrang La Tenri Tippe diangkat menjadi Arung Penrang menggantikan saudaranya La Tenri Bali.


B. Batara Wajo


1. La Tenri Bali bekas Arung Cinnotabi ( Cina Pammana) dan Bekas Arung Penrang pada masa pertengahan abad XV.


2. La Mataesso Putra La Tenri Bali beliaulah bersama Paddanreng mengubah nama Majauleng , Sabbangparu dan Takkalalla menjadi Bettempola, Talotenreng, dan Tua akibat pada masa itu mata pencaharian hanya 3 macam yakni Bertani, Menyadap Tuak, dan Menangkap Ikan.


Majauleng disebut Bettempola karena padi petani bertumpuk tingginya seperti rumah.


Sabbangparu disebut Talotenreng yang sebelumnya disebut Tarotenreng karena rakyatnya sebagai penyadap tuak menggunakan tenreng (tangga).


Takkalalla disebut Tua , Rakyatnya nelayan dengan menggunakan Tuba untuk memabukkan ikan.


3. La Pateddungi To Samallangi Putra La Mataesso menjabat selama 3 Tahun dan dipecat dari jabatannya sekaligus dibunuh di “Lapabbessi“ atas perbuatan sewenang-wenang terhadap rakyat Wajo, mengenai siapa pembunuhnya terdapat 4 versi yakni

  1. Oleh La Tadampare atas permintaan La Tiringeng To Taba
  2. Oleh kemauan sendiri La Tadampare
  3. Oleh La Tiringeng To Taba sendiri dan
  4. Oleh La Tenri Umpu To Langi Arung Matowa ketiga

Batara Wajo merupakan pemimipin yang diangkat berdasarkan garis keturunan dan turun temurun.


Atas usul dari Arung Saotanre La Tiringeng To Taba yang kemudian digelar Arung Simentempola atau Arung Bettempola yang intinya bahwa pemerintahan selanjutnya boleh diambil dari luar keturunaan, maka itu langkah pengubahan gelar Batara Wajo menjadi Arung Matowa.


Meskipun saat itu rakyat Wajo beserta Paddanreng menghendaki beliau menjadi Arung Matowa tetapi beliau menolaknya dan terjadi perjanjian yang dikenal Perjanjian “Paddepa” meskipun beliau tiga tahun lamanya menjabat Batara Wajo untuk mengisi kekosongan.


C. ARUNG MATOWA WAJO


1. La Palewo To Palipu' gelar Arung Matowa pertama disandangnya menjabat sekitar 7 Tahun dari 1474 – 1481 M. Anak dari La Tenri Peppang, Paddanreng Talotenreng sebelum jadi Arung Matowa pernah menjadi Matowa ( Kepala Wanua Saat itu) di Majauleng dan atau Sabbangparu.


2. La Obbi Settiriware sebelumnya menjadi Paddanreng Bettempola menjabat selama 5 tahun dari 1481 - 1486 M.


Atas Masukan Datu Luwu Raja Dewa maka tiap-tiap Paddanreng dibuatkan bendera yakni PILLA (Merah) untuk Bettempola, PATOLA (Warna Warni) untuk Talotenreng, dan CAKKURIDI (Kuning) untuk Paddanreng Tua.


3. La Tenri Umpu To Langi' adik / saudara La Obbi Settiriware menjabat selama 5 Tahun dari 1486 - 1491 M karena wafat.


4. La Tadampare Puang ri Maggalatung Putra dari La Tompi Wanua keturunan langsung La Tenri Bali, istrinya bernama I Tenri Lawi Putri Arung Palakka Bone menjabat sekitar 30 Tahun dari 1491 – 1521 M karena wafat. Sebenarnya beliau yang diinginkan untuk menjadi Arung Mattowa pertama, namun menolak sampai permintaaan masyarakat Wajo yang keempat kalinya akhirnya disanggupinya. Banyak cerita tentang beliau dalam lontara dan saat itu banyak negeri yang ditaklukkan seperti Larompong, Timurung, Lamuru, Kassa, Maiwa, Enrekang, Mario Riawa dan lain lain.


Keinginannya agar Arung Matowa kedepan turun temurun, sehingga saat akhir jabatan pesannya pilihlah penggantinya nanti yang memiliki empat sifat yakni “kejujuran, kepintaran, kemurahan hati dan keberanian”.


5. La Tenri Pakado To Nampe putra dari La Tadampare Puang ri Maggalatung menjabat sekitar 11 tahun sampai mengundurkan diri karena lumpuh dari 1524 - 1535 M, maka digelari Arung Tudangnge. Daerah kekuasaannya berkurang atau hilang akibat gempuran dari Raja Gowa Tunipalangga, Raja Bone, Luwu, Raja Soppeng.


6. La Temmasonge anak menantu La Palewo To Palipung Arung Matowa pertama menjabat sekitar 3 Tahun mengundurkan diri karena penyakit Lumpuh dari 1535 – 1538 M.


7. La Warani To Temmagiang Putra La Obbi Settiriware Arung Matowa kedua menjabat sekitar 9 Tahun dari 1538 - 1547 M karena wafat. Saat itu terjadi peperangan antara Utting bersama Wajo melawan Sidenreng bersama Gowa sampai akhirnya Wajo jadi budak Dari Gowa (Tunipalangga dengan Tomaddualeng).


8. La Mallagenni 2 Bulan lamanya menjabat di tahun 1545 karena mengundurkan diri, dijabat sementara oleh Ranreng Bettempola selama dua Tahun sampai 1547 dan peperangan berkobar terus menerus.


9. La Mappauli To Appamadeng Massaolocie sebelumnya menjadi Ranreng Tua dan Datu Patila, menjabat sekitar 17 tahun dari 1547 - 1564 M karena wafat. Bersama La Mungkace To U'damang cucu La Tadampare, berjuang untuk pembebasan dari perbudakan Gowa dengan membantu Gowa menyerbu Batulappa (Pare-pare lama), Bulo Bulo (Sinjai) dan akhirnya berhasil bebas dari perbudakan Gowa.


10. La Pakkoko To Pa’bele putra La Tadampare Puang ri Maggalatung Arung Matowa ke empat saudara sebapak dari La Tenri Pakado To Nampe Arung Matowa kelima menjabat sekitar 3 tahun dari tahun 1564 – 1567 M karena wafat. Saat itu terkenal dengan keadilannya dimana beliau menyuruh La Mungkace To Uddama membunuh putranya La Pa’bele karena memperkosa anak gadis dari Matowa Totinco.


11. La Mungkace To U'ddamang Putra dari La Cellaulu Paddanreng Talotenreng menjabat sekitar 40 tahun dari 1567 – 1607M. Terjadi perjanjian Tellumpoccoe yang dilaksanakan di Bunne daerah Timurung Bone pada tahun 1582 M antara Wajo, Soppeng dan Bone disebut “LAMUMPATUE RITIMURUNG” yang intinya sepakat menentang politik ekspansi raja Gowa, Wajo kembali jaya seperti jaman kakeknya La Tadampare.


12. La Sangkuru Patau Arung Peneki Sultan Abdurahman Matinroe ri Allepperenna menjabat sekitar 3 tahun dari 1607 - 1610 M karena wafat.


Arung Matowa yang pertama memeluk islam di tahun 1610 M atas ajakan raja Gowa Mangerangi Dg Manra’bia Sultan Alaudin dan pertama dikubur jenazahnya dimana Arung Matowa sebelumnya dibakar, abunya disimpan dalam balubu kemudian ditanam.


13. La Mappepulu To Appamole Putra Ranreng Tuwa To Wappamadeng menjabat sekitar 4 tahun dari 1612 - 1616 M karena wafat. Beliau aktif di usaha pertanian dan berburu karenanya meninggal saat berburu di Pakkawarue dikenal Matinroe ri Lemponna karna jatuh di lubang air.


14. La Samalewa To Appakiu(ng) menjabat sekitar 5 tahun dari 1616 - 1621 M. Diberhentikan oleh Arung ennengnge atas perbuatan yang sewenang-wenang terhadap rakyatnya.


15. La Pakkalongi To Allinrungi Arung Pogi lasim disebut To Ali menjabat sekitar 5 tahun 1621 - 1626 M. Beliau yang membangun masjid raya dan saat peresmian hadir Raja Gowa, Raja Tallo, Raja Bone dan Datu Soppeng, namun diberhentikan dari jabatannya karena selama kepemimpinannya, Wajo mengalami gagal panen dan ditimpa kelaparan.


Beliau memiliki putri yang bernama Dassaleng Arung Ugi dipersunting oleh raja bone La Maddaremmeng Matinroe ri Bukaka dari pernikahan lahir seorang putra yang bernama La Pakokoe To Ankone Arung Timurung Ranreng Tua, ayah dari Raja Bone La Patau Matinroe ri Nagauleng.


16. To Mappassaungnge menjabat selama 1 tahun lamanya dari 1627 - 1628 M dan mengundurkan diri. Beliau berusaha memajukan pertanian sampai masyarakat berkelimpahan padi, jagung dan umbi-umbian saat itu.


17. La Pakkalongi To Allinrungi atas permintaan Raja Gowa, beliau menjabat kedua kalinya sekitar 8 tahun dari 1628 - 1636 M. Tahun 1628 terjadi selisih paham dengan Arung Bettempola La Sekati To Palettei sehingga diberhentikan, kemudian bersama orang orang Patampanua menuju di Ugi ( Ugi, Canru, Sempe, Wage) disitulah mengangkat senjata terhadap Wajo dan dikalahkan sehingga beliau menuju Cenrana Bone dan wafat disana Matinroe ri Cenrana.


18. La Tenri Lai To U'damang Matinroe ri Batana menjabat sekitar 3 tahun dari 1636 - 1639 M karena wafat. Beliau yang pertama membangun balairung yang besar, benteng, dan istana yang besar akan tetapi tiba tiba wafat sebelum pekerjaaan selesai makanya digelari Matinro ri Batana.


PEPERANGAN WAJO BERSAMA GOWA MELAWAN BONE


19. La Isigajang To Bune Arung Peneki Matinroe ri Patila, cucu dari La Mungkace To Addamang tewas dalam pertempuran melawan dengan raja Bone La Maddaremmeng Matinroe ri Bukaka, menjabat sekitar 4 tahun dari 1639 - 1643 M.


20. La Makkaraka To Patemmui Matinroe ri Pangngaranna menjabat selama 5 tahun lamanya dari tahun 1643 - 1648 M karena wafat. Daerah jajahan Wajo yang telah hilang kembali lagi karena beliau membantu Raja Gowa menyerang Bone.


21. La Temmasonge Puangna Daeli Petta Malingnge menjabat selama 3 Tahun dari 1648 – 1651 M karena wafat. Beliau wafat karena menderita penyakit kejiawaan.


22. La Paremma To Rewo Puangna Tosama Matinroe ri Passiringna sekitar 7 tahun lamanya dari 1651- 1658 M, wafat saat jalan-jalan di sekitar istana. Saat itu tidak ada lagi peperangan dalam negeri Wajo karena aman dan damai.


23. La Tenri Lai To Sengngeng Tewas 1670 pada pertempuran Tosora melawan Bone dan Belanda pada masa raja La Tenri Tatta Arung Palakka menjabat selama 12 dari tahun 1658 - 1670 M. Hampir semua lontara mengatakan bahwa beliau menjadikan Tosora sebagai ibu kota Wajo di tahun 1660, beliau bersama Sultan Hasanuddin melawan belanda yang dinahkodai Laksamana Spelman dan Arung Palakka La Tenri Tatta, sekitar 500 orang Wajo tewas. Pada tahun 1670 Tosora dibakar oleh Bone sekitar 1300 tewas termasuk Arung Matowa sendiri, sehingga digelari Matinroe ri Salekonna (meninggal bastionnya).


24. La Palili To Malu Puangna Lagella saudara Arung Bettempola To Palettei menjabat sekitar 9 tahun dari 1670 - 1679 M karena mengundurkan diri. Pertempuran terus berkelanjutan sampai masyarakat banyak hijrah ke Mandar, Enrekang bahkan sampai Johor. Tanggal 23 Desember 1670 di Makassar terjadi perjanjian dengan VOC supaya Wajo senantiasa setia sama VOC dan dalam pengangkatan dan pemberhentian Arung Matowa harus persetujuan VOC.


25. La Pariusi Dg Manyampa Arung Mampu, Arung Amali Matinroe ri Bulu’na menjabat sekitar 20 tahun lamanya dari 1679 - 1699 M dan wafat di Mampu.


26. La Tenri Sessu To Timo’e Puangna To Denra menjabat selama 3 tahun dari 1699 - 1702 M. Putra Ranreng Bettempola To Palettei. Beliau orang sholeh sehingga tidak berminat dalam pemerintahan yang akhirnya meletakkan jabatan dengan hormat.


27. La Mattone To Sakke' Dg Paguling Puangna La Rumpang (1702 - 1703 M) melanjutkan dari To Timo'e, hanya 15 bulan beliau wafat Matinroe ri Barukana.


28. La Galigo To Sunnia (1703 - 1712 M) memperkuat persenjataan Wajo dan wafat setelah 9 tahun menjabat dan digelari Matinroe ri Masiginna.


29. La Tenri Werung Puangna Sangaji Arung Peneki 1712 - 1715 M juga memperkuat persenjataan sehingga saat itu raja Bone La Patau pengganti La Tenri Tatta marah besar, beliau mengundurkan diri dan pergi tinggal di Bila Tancung.


30. La Salewangeng To Tenri Ruwa Arung Kampiri 21 tahun lamanya dari 1715 - 1736 M. Pada masanya simpan pinjam dengan bagi hasil dengan jaminan digalakkan, bagi hasilnya digunakan untuk pembelian senjata, eranya masjid raya diperindah dan berkirim surat atas kesepakatan Arung Ennenge meminta ke La Maddukelleng di kerajaan Pasir untuk kembali ke Wajo.


31. La Maddukelleng Arung Sengkang Arung Peneki merupakan Pahlawan Nasioanal dilantik di Paria tanggal 6 Nopember 1736 dan mengundurkan diri tahun 1754 dan kembali ke Peneki menjadi Arung dan wafat di Sengkang jumat 2 Rajab 1180 H 1765 M dikenal dengan Sultan Pasir karena beliau merantau ke Pasir Kalimantan dan memperistri putri Sultan Pasir (1736 – 1754 M).


La Maddukeleng ingin mengajak bugis makassar untuk mengusir belanda sehingga berperang melawan dengan Bone yang bersekutu dengan belanda, begitu juga berperang dengan Addatuang Sidenreng bernama To Appo, dan saat itu Pilla Wajo La Gau membantu Addatuang Sidenreng karena To Appo merupakan ipar La Gau, To Appo menikah dengan I Tungke Arung Tempe saudara kandung La Gau. Wajo mulai retak karena Datu Pammana melawan Arung Matowa, peperangan bertahun-tahun lamanya sehingga masyarakat Wajo sudah jenuh dan tidak ingin membantu La Maddukelleng, sehingga La Maddukelleng kecewa dan meletakkan jabatannya.


32. La Ma'danaca Arung Waetuwo menjabat dari tahun 1754 - 1755 M, wafat dimakssar 8 september 1758 akibat diamuk oleh orang gila yang bernama La Pa’bising dari Wage, makanya disebut Petta Rijalloe.


33. La Passaung Puangna La Omo Arung Menge Ranreng Talotenreng Datu Lompulle dan bekas Datu Soppeng, hanya dua tahun menjabat dari tahun 1758 - 1761 M karena berselisih paham dengan La Gau Pilla Wajo Datu Pammana yang berkehendak menjadikan Pammana sebagai Kerajaan sendiri yang sederajat dengan Wajo padahal waktu itu Pammana adalah lili (Negeri dibawah Wajo).


34. (?) La Mappajung Puangna Salowong Ranreng Tuwa menjabat selama 7 tahun dari 1764 - 1767 M dan di zamannya La Maddukelleng dikepung oleh Bone di Peneki akhirnya La Maddukelleng pergi Sengkang dan wafat disana 1765.


35. La Malliungeng To Alleoang Arung Alitta daerah Penrang dan Arung Peneki. Menjabat selama 3 tahun lamanya dari 1767 - 1770 M. Setelah beliau mengundurkan diri, jabatan Arung Matowa lowong bertahun tahun lamanya dan dijabat sementara oleh Ranreng Bettempola La Senggeng.


36. La Mallalengeng alias La Cella Puangna To Appamadeng, menjabat selama 22 tahun dari 1795 - 1817 M terakhir meletakkan jabatannya, beliau ahli ibadah, makanya memerintahkan Arung lili membangun dan memperbaiki masjid, guru Syara harus Mengajarkan Quran di masjid dan didukung oleh Raja Bone La Tenri Tappu Matinroe ri Rompegading dan Datu Soppeng La Mappa Poleonro Matinroe ri Amala’na juga giat memajukan ajaran islam sehingga pengaruh Bissu berkurang.


37. La Manang To Appamadeng Puangna Raden Gallong menjabat sekitar 4 tahun dari 1821 - 1825 M, terakhir mengalami lumpuh dan pada saat wafat digelari Matinroe ri Empagana Mpelaingnge Teppena, beliau memajukan pertanian, makanan melimpah pada waktu itu dan memerintahkan Arung lili buat Sepe, namun Arung lili Pammana, Gilireng, Paria, Rumpia Menolak karena menganggap bukan kebiaSaan lili.


38. La Pa'dengngeng Puangna Palaguna menjabat selama 6 tahun dari 1839 - 184M, berselisih paham dengan Arung ennengnge sehingga pergi tinggal di Kera Pitumpanua, digelari Matinroe ri Keera.


39. La Pawellangi Pajumpero Datu ri Akkajeng Menjabat selama 5 tahun dari 1854 - 1859 M, terjadi perang saudara di Addatuang Sidenreng antara La Panguriseng dengan saudara sebapak yakni La Patongai Datu Lompulle dan Arung Matowa memihak ke La Patongai karena pertalian darah yakni ibu La Patongai Putri La Tebba Ranreng Talotenreng.


40. La Cincing alias Akil Ali Karaeng Mangeppe Datu, Pammana, Pilla Wajo dan Tellu Latte di Sidenreng wafat di kampung di Cappa Galung, menjabat selama 26 tahun dari 1859 - 1885 M, kebanyakan tinggalnya di Pare-Pare sehingga menyebabkan timbulnya pertentangan Raja-raja Wajo antara Ranreng Bettempola La Gau dengan sepupu sekalinya dengan La Mangkona Petta Pajung Pungae terkait kewarisan jabatan Rangreng Bettempola, begitu juga antara La Mangkona dengan La Tonggo Senggoe Arung Peneki terkait perbatasan Peneki dan Penrang, merajalela perampokan, sehingga Arung Ennenge juga meninggalkan Tosora kecuali La Gau yang wafat Matinroe ri Masigi’na.


41. La Koro Arung Padali lasim juga disebut Batara Wajo menjabat sekitar 6 tahun dari 1885 - 1891 M dilantik 15 Mei 1885, wafat ditempe 26 Mei 1891 M, orangnya tegas dan keras, di bidang ketentaraan mengangkat Jenderal, Kolonel, dan Mayor dengan pasukannya. Putra-putranya La Jalanti Jenderal di Tempe, La Pabeangi Jenderal di Tancung, La Patikkeng menjadi Kolonel, La Potji Jenderal di Gilireng, La Cakunu Jenderal di Impa-impa.


42. La Passamula Datu Lompulle putra La Patongai Datu Lompulle, atas keinginan kuat Rangreng Bettempola La Jamero yang berbeda paham dengan Paddanreng lainnya, beliau pernah jadi Ranreng Talotenreng, Datu Mario Riawa tahun 1892 - 1897 M, lebih banyak tinggal di Batu-batu ibu kota Mario Riawa Soppeng, wafat di Batu-batu tanggal 17 Agustus 1897, setelah itu Arung Matowa lowong selama 3 tahun.


43. Ishak Manggabarani Karaeng Mangeppe, Datu Pammana dilantik 11 Februari 1900, beliau anak  dari To Appatunru Karaeng Beroanging, saudara kandung Addatuang Sidenreng La Panguriseng, tinggal Di Palaguna Pammana. Raja Bone La Pawawoi Karaeng Segeri mengangkatnya sebagai Jenderal kehormatan angkatan perang Bone tahun 1900 - 1901 M dan sejak sakit beliau tinggal di Putranya di Pare-pare yang bernama La Paranrengi Karaeng Tinggimae Datu Suppa. Pada tanggal 19 Desember 1916 beliau wafat digelari Matinroe ri Pare-pare.


Sejak 1906 perbudakan di Wajo dihapuskan oleh belanda, sejak itulah kekuasaan belanda tertanam kuat, yang memegang peranan adalah Tideman selaku Cipil Gezaghebber (Petoro) sedangkan Arung Matowa hanya merupakan boneka, sejak itu ada surat kampung jika sudah dewasa dikenai pajak dan kerja rodi (Heerendienst).


Tahun 1907 Wajo dibagi menjadi 3 distrik yang dikepalai Ranreng, yakni Bettempola, Talotenreng, dan Tuwa, ditambah Distrik Pitumpanua dengan tujuh daerah bawahan yakni Keera, Bulete, Batu, Lauwa, Tanete, Pasoloreng, dan Awo. Pitumpanua sejak 1907 dimasukkan belanda dibawah Wajo, yang sebelumnya masuk kekuasaan Bone. Pitumpanua dipimpin oleh Dulung Pitumpanua yang juga kerabat dari Arung Matowa Ishak Manggabarani.


Jabatan lowong sekitar 10 tahun dan dijabat oleh Ranreng Bettempola La Akil Ali ( La Kile).


44. La Tenri Oddang Datu Larompong keturunan langsung dari La Maddukelleng sebelumnya menjadi Arung Peneki dilantik pada usia 70 tahun tanggal 22 Desember 1926, pelantikannya merupakan langkah pertama modernisasi Wajo. Arung Lili diberi wewenang untuk aktif dan ada perkantoran. Wafat di Sengkang 14 januari 1933.


Pada Tahun 1931 Arung Ennengnge terdiri Atas


Andi Makkaraka Ranreng Bettempola sebagai Kepala Pekerjaan Umum, anak dari Datu Mallaleang Datu Mario Riawa, Datu Bakke, Datu Liu.


Andi Makkulawu Ranreng Talotenrengj juga bertindak sebagai Kepala Kehakiman.


Andi Ninnong Ranreng Tuwa juga bertindak sebagai Kepala Keuangan.


Andi Tenri Ampa Pilla Wajo Datu Pammana belum diaktifkan jabatannya karena masih dibangku sekolah.


Andi Pallawarukka selaku Cakkuridi Wajo dan Arung Gilireng, sama halnya dengan saudaranya belum diaktifkan.


45. Andi Mangkona Datu Mario Riwawo dilantik tanggl 23 April 1933 dan berhenti dari jabatannya tanggal 21 November 1949, beliau menjabat selama 16 tahun lamanya. Disaat 9 tahun lamanya memimpin lalu dikuasai oleh Jepang selama 4 tahun yang dipimpin oleh ICHIMOTO dengan pangkat BUNKENKANRIKAN sampai Agustus 1945, kemudian datang sekutu dan belanda, dengan semangat juang para raja dan masyarakat Wajo, mereka menentang dengan lisan dan perbuatan dengan mengibarkan bendera Merah Putih diantaranya : Andi Ninnong, Andi Makkulawu masuk hutan dan ditangkap, Andi Malingkaan Kepala Wanua Tempe suami Andi Ninnong tewas dibunuh oleh pasukan westerling belanda, Andi Magga Amilrullah Kepala Wanua Ugi masuk kehutan dan hijrah ke Jawa untuk melanjutkan perjuangan, dan Andi Makkaraka juga secara pasif menentang dan terakhir meletakkan jabatannya.


Sumber : SEDJARAH WADJO oleh Abdurrazak Daeng Patunru


Komentar

var infolinks_pid = 3397172; var infolinks_wsid = 0;